Terlepas dari pro dan kontra, Ibu Kartini telah menorehkan sejarah. Namanya identik dengan simbol perjuangan perempuan. Ia disandingkan dengan Srikandi, tokoh pewayangan itu. Pada upacara di SCM kemarin itu, disebutkan juga para Srikandi Sekolah yang mengharumkan nama sekolah di berbagai kejuaraan. Ada Pipit, ada Faiha yang berprestasi di O2SN dan Pentas Internasional Ice Skating. Ada juga Kalei Kalendra Azzahra yang mewakili Kecamatan Arcamanik hingga tingkat kota. Kalei finished di urutan kelima. Luar biasa! Bravo untuk semua. Orangtua Ananda Kalei juga, Pak Imam dan Ibu, adalah pemegang rekor bersama Bu Lisa dan Pak Abu. Keempat putra mereka bersekolah di seluruh lembaga pendidikan di bawah naungan Yayasan Muthahhari. Terima kasih banyak Ibu dan Bapak.
Nah, tiga minggu sebelum Hari Kartini, dilahirkan juga tokoh perempuan dalam Islam, yaitu Sayyidah Fathimah sa, putri terkasih Nabi Saw. Nabi Islam mencontohkan bagaimana perempuan teramat sangat dimuliakan. Di tengah bangsa yang menomorduakan, Sang putri diistimewakan. Kapan saja Sayyidah Fathimah datang, Nabi Saw akan berdiri. Dan Nabi—orangtua dan guru itu—akan mencium tangan Fathimah sa seraya berkata, “Kapan saja aku rindu surga, aku cium Fathimah.” Nabi memuliakannya. Nabi Saw bahkan bersabda “Jika ada tiga orang anak perempuan di rumahmu, dan kau didik mereka dengan baik. Ketiganya akan menjadi pelindung bagimu dari api neraka.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana kalau dua Ya Rasulallah?” Juga kalau dua, jawab Baginda. Bagaimana kalau satu? Juga kalau satu.
Saya mengenal orangtua-orangtua murid yang punya putri dua, seperti Pak Pranoto di SCM atau Pak Dimitri di SMA, atau (lagi-lagi, karena ini kali kedua mereka disebut J) Bu Lisa dan Pak Abu. Ada juga yang tiga seperti keluarga Pak Budi dan Bu Mufti dari Komite SCM atau keluarga Pak Yasser dan ibu dari Komite SMA. Mereka-mereka ini yang sudah punya “sitrun minan naar” tirai penjaga api neraka. Selayaknya kita mohonkan doa juga dari mereka. Dan ada juga pemegang rekor. Bila tiga saja sudah melindungi keluarganya dari api neraka, apalagi ini? Beliau punya lima putri nan cantik membinarkan mata: Pak Rudi Hudri, orangtua ananda Hawra di Sekolah Cerdas Muthahhari. Selamat untuk Ibu dan Bapak semua. Berbahagialah kita semua.
Sayyidah Fathimah sa juga adalah teladan perjuangan dan perlawanan. Ia ikut hadir di Uhud. Ia yang berdiri menghadapi kecaman musuh-musuh ayahnya. Ia yang membersihkan debu dan sampah dari tubuh ayahnya manakala ketika shalat, orang-orang Quraisy itu mengganggunya. Ia pula yang membersihkan luka dan darah itu.
Saya menulis tentang Sayyidah Fathimah sa dalam beberapa twit singkat saya. Favorit saya: ialah teladan semua wanita. Karena hanya ia yang jadi rujukan dalam Islam, perempuan yang kisahnya dapat dipelajari dan diikuti oleh siapa saja. Ia seorang putri, istri, dan ibu sekaligus. Ia putri teramat saleh. Ia istri teramat baik. Dan ia ibu yang melahirkan dari madrasah didikannya, orang-orang seperti Sayyidina Hasan, Husain, dan Zainab salaamullah ‘alaihim.
Di atas semuanya, Sayyidah Fathimah menjadi teladan perjuangan menegakkan kebenaran. Ia menyampaikan kebenaran dan ia mempertahankannya. Inilah contoh semangat yang tak pernah pudar. Ia menjadi mercusuar bagi masyarakat dan bangsa-bangsa yang tertindas, yang terjajah, yang menatap dunia dengan mata yang nanar.
Di sinilah perhelatan Konferensi Asia Afrika menemukan relevansinya. KAA adalah simbol perlawanan terhadap hegemoni global. Dulu Blok Timur dan Blok Barat. Kini, bentuknya mungkin tak sekasat mata dulu. Kapitalisme dan kebergantungan kita pada produk-produk global dan korporasi gurita. Apakah pada saat yang sama, kita sedang dijajah, tapi tidak kita sadari?
Maka di sekolah-sekolah Muthahhari, kami tanamkan kemeriahan itu. Bukan sekadar dalam bentuk bergembira ria, membantu acara besar itu. Tapi juga dalam semangatnya. Tak boleh ada negara yang tak merdeka. Tak boleh ada penjajahan di dunia. Di SMA Plus Muthahhari, anak-anak membuat bendera beraneka warna, mewakili semua negeri Asia dan Afrika. Di SMP Bahtera dihelat berbagai lomba, sejak parade busana Asia Afrika hingga pidato Bung Karno pada waktu Konferensi Asia Afrika. Delshady, anak saya, semangat membawakannya. Istri saya menangis karena teringat mendiang ayahandanya. Di SCM, guru-guru membuat beraneka bendera penuh warna. Ada pula pohon putih bergantungkan semua negara itu. Rifki, Juara Pantomim kita, berpose dengan gayanya di bawah naungan, apa yang dia sebut, “Pohon KAA.”
Anak-anak bersuka cita. Foto berbagai kegiatan itu dapat Ibu dan Bapak saksikan di twitter masing-masing sekolah (@scmbandung, @SMPBahtera, @Smuthbandung) atau visit akun Instagram saya, atau via berbagai grup sosial media, baik guru maupu orangtua, atau lewat akun facebook mereka. Di antaranya akun Enovita Miftah dan akun-akun lainnya. Kami ingin anak-anak ikut serta merasakan ‘hajat’ besar yang sedang digelar Pemerintah.
Betapa tidak, Bandung berbenah diri, mempercantik dan menghias dirinya. Pak Ridwan Kamil berhasil mempopulerkan slogan “Bahagia itu Sederhana” dengan memanfaatkan kekuatan sosial media. Ketika kumpulan twitter beliau dipublikasikan oleh dua orang kawan saya, Pak RK berkata, “Sosial media punya kekuatan besar asalkan kita cerdas menggunakannya.” Saya setuju. Pak RK telah beroleh legitimasi dan kecintaan rakyat Bandung luar biasa. Apa pasal? Sentuhan artisitik beliau terhadap kota ini. Ia ingin bukan saja menjadikan Bandung ‘livable’ tapi juga ‘lovable.’ Maka berbagai taman diubahnya. Seputaran alun-alun dan Asia Afrika disulapnya. Apa makna bahagia itu sederhana? Pak RK tahu persis, ragam sentuhan artistik itu dapat memfasilitasi gairah penduduk kota untuk berselfie ria, berfoto bersama, dan mengunggahnya ke sosial media. Bahagia itu sederhana: cukup dengan foto di tempat-tempat terbuka.
Dan di mana-mana ada semangat, keceriaan, dan kemeriahan itu. Dahulu ada Sekolah anak jalanan dikelola para aktivis di Jembatan penyeberangan Asia-Afrika. Sekarang pasti sudah tidak ada. Anak-anak SCM dan Bahtera generasi pertama pernah berkunjung dan berdoa bersama mereka. Seluruh civitas academica Muthahhari mendukung penuh penyelenggaraan KAA. Spanduk-spanduk tentang itu bertebaran. Ada spanduk yang menurut saya punya dua kesalahan fatal. Pertama, terlalu kecil untuk dibaca dari jauh. Dan yang kedua, salah penulisan. Kalau ini, merata hampir di semua bagian. Di mana-mana tertulis: Konferensi Asia Afrika. Mereka keliru. Yang benar adalah: Konperensi Asia Aprika. Bukankah orang Sunda, konon tak bisa bilang “f”. Benar, Ibu Bapak, itu pitnah!
Saya ingin menutup bagian kedua ini dengan permohonan doa untuk anak-anak SMA Plus Muthahhari kelas XII yang baru saja melangsungkan Ujian Nasional mereka. Dalam bahasa KAA, mereka hampir ‘merdeka’ J. Tiga hari keberhasilan pelaksanaan Ujian yang cukup rapi, diusik oleh berita bocornya soal-soal UN di sebuah Google Drive. Ada rumor, akan dilangsungkan Ujian Ulang. Un-ku Un-ku…sejak awal selalu ada isu.
Anak-anak SMP baru akan menjemput Ujian Nasional mereka pada tanggal 4 Mei nanti. Mohon doa Ibu dan Bapak senantiasa, untuk keberhasilan mereka, untuk kebahagiaan mereka. Kemudian anak-anak SD menyusul tak lama sesudahnya.
Demikian bagian kedua ini. Masih tersisa satu bagian lagi. Ditunggu, tak lama, ia akan hadir ke ruang digital Ibu dan Bapak. Say shalawat!
@miftahrakhmat
Yayasan Muthahhari