home_tegal Home

Muthahhari Log April 2015: Tulisan Terakhir dari Tiga Bagian

Diposting pada: 2024-04-22, oleh : Administrator, Kategori: Catatan Guru

bSebuah kisah sufi, konon true story, menceritakan pada kita tentang seorang guru sufi yang bertemu dengan muridnya di dua tempat yang berbeda. Si murid pamitan kepadanya di satu kota, tapi kemudian ketika ia sampai pada tujuannya, ia sudah menemukan gurunya berada di sana. Aneh tapi nyata. Hal yang sama pernah terjadi pada ayah saya. Kami sekeluarga satu saat berada di luar negeri, tapi ada tetangga di Bandung yang melihat ayah saya memimpin shalat jamaah di masjid di belakang rumah kami…ih, ngeri kalau yang ini :-).

Kata guru saya, jalan menuju Tuhan ada dua. Alami dan supraalami. The ordinary dan the extraordinary way. Jalan biasa seumpama jalan dan jarak tempuh Bandung Jakarta yang memakan waktu 4-5 jam. Jalan tak biasa adalah ‘bumi yang dipendekkan’. Jalan biasa adalah gerak menuju Tuhan dari seorang hamba. Jalan tak biasa adalah gerak Tuhan menuju hamba. Mungkin agak sedikit filosofis, membingungkan barangkali. Mana mungkin yang seperti itu terjadi? Benar bahwa Tuhan tak pernah jauh dari kita. Lagu terkenal Bimbo itu harus dikoreksi. Seharusnya: aku jauh Engkau dekat. Aku dekat kau lebih dekat. Tuhan tidak pernah jauh. Benar, benar sekali.

Allah Ta’ala tak pernah jauh, tak pernah terpisahkan. Tapi kita yang menempatkannya jauh. Kita yang tak merasakan kehadiranNya. Kita yang masih tenang berbuat dosa, dan tak yakin akan keadilanNya.

Apa hubungannya hal sufistik di atas dengan Muthahhari Log. Inilah bagian ketiga itu. Kemeriahan KAA menunjukkan kepada kita, bagaimana selayaknya kita mempersiapkan diri. Lihat, bagaimana kota terlihat cantik. Perhatikan, bagaimana kedatangan tamu luar membuat kita berkosmetik. Bagaimana untuk menyambut sebuah peristiwa besar, kita kuras seluruh daya dan upaya. Kita berikan yang terbaik. Dan sungguh, Tuhan mencintai seorang hamba, bila ia mengerjakan sesuatu, ia kerjakan dengan sebaik-baiknya. Geliat Bandung dan KAA mengingatkan kita akan tamu agung yang untuknya kita harus mempersiapkan diri.

Di SMA Plus Muthahhari, selasar dan ruang-ruang kelas dicat kembali. Belajar dari Kang Emil, perbanyaklah sudut untuk selfie. Benar, bahagia itu sederhana. Labkom ‘digaibkan’, dipindahkan menjadi IT center dan akses wifi yang diperkuat. Perpustakaan pun dibekali dengan komputer dan sarana akses internet. Aula Muthahhari dilengkapi dengan sistem akustik dan—insya Allah—karpet yang nyaman untuk beraktivitas. Terima kasih pada orangtua-orangtua murid dan alumni yang telah berpartisipasi. Juzitum khairan katsiran. Bagi mereka doa tulus kita. Al-Fatihah dan shalawat.

Doa yang sama bagi orangtua-orangtua murid keluarga besar Yayasan Muthahhari. Taman Semerbak Cinta Mustafa di SCM mekar merekah. Udara terang menyinari paras lugu nan bersih anak-anak itu. Taman yang asri siap menemani mereka berlari. Dalam waktu dekat, playground dicat kembali, tali temalinya dipasang rapi. Dan bersiaplah, Ibu dan Bapak, bila mereka belum mau beranjak pergi. Sudah dijemput, tapi masih kerasan tinggal di Sekolah ini. Pernah ada program one man one tree setiap awal tahun, dan one man one book setiap semester. Mari kita galakkan kembali. Silakan Ibu dan Bapak menghubungi para guru kelas dan guru wali.

Lalu, di SMP Bahtera, aneka pernak-pernik menghias setiap titik. Ibu Sri, Kepala Sekolah kita mengapresiasi desain Pak Beben untuk spanduk yang dibuatnya. Apalagi kini, SMP sudah menempati lantai tiga. Gedungnya tinggi sekali. Dan stiker penutup pintu melengkapi keindahan itu. Apalagi bila Ibu dan Bapak berdiri di lantai tiga itu, lalu memandang ke arah Gunung Tangkuban Perahu… Masya Allah, Mahasuci Engkau Tuhan, tak ada yang Kauciptakan sia-sia. Saya lantunkan doa dan ziarah di lantai tiga itu. Sekolah kita memang tengah mempercantik diri.

Apa pasal? Karena kami kedatangan tamu setiap hari: putra dan putri Ibu dan Bapak. Kami harus dan wajib mempersiapkan diri. Kami berusaha memberikan yang terbaik. Bukankah motto kita adalah: do your best, God will take care the rest? Upaya kami adalah jalan biasa, tapi ‘sisa’ yang dibereskan Tuhan, adalah jalan luar biasa itu.

Di beberapa pertemuan, sejak SD-SMA, saya meminta Ibu dan Bapak guru untuk berkemas begitu rupa, memberikan yang terbaik untuk tamu setiap hari itu. Maka kami agendakan berbagai acara, seperti yang berlangsung hari-hari ini. Saya menitik haru melihat Ibu dan Bapak guru berdandan rapi untuk anak-anak dan acara-acara itu. Guru-guru SCM dan SMP Bahtera berkebaya ria. Bapak-bapak guru tampil cukup unik. Pak Beben dengan gaya samurainya. Pak Budi dengan baju Yamaninya. Pak Rizki dengan iket tradisional Sunda. Pak Ade di SMA dengan baju kurung Malaysia. Pak Sa’di dan Bang Erwin dengan jubah entah dari Timur Tengah atau Timur Jauh, dan Pak Sukardi dan Pak Andi yang berjas ria lengkap dengan dasinya. Rangkaian acara masih jauh dari selesai. Ada pula saat mereka berjersey ria, lengkap dengan pakaian olahraga dari negara-negara peserta Asia Afrika. Ada orangtua murid yang kesulitan mencari jersey yang diminta, karena ini bukan musim tanding juara. Setelah ‘kelelahan’ mencari ke sana kemari, mereka berdamai dengan batik Omar Bakrie dan jersey Timnas tercinta. Ibu dan Bapak, pantau terus keseriusan mereka dalam foto-foto dan berita yang mereka update di sosial media.

Nah, tamu yang hadir itu, tidak selalu tampak. Kadang-kadang ia tidak terlihat. Pengawas, bisa datang kapan saja. Pendaftar murid baru juga bisa muncul tiba-tiba. Kami senantiasa bersiap siaga. Lalu, bagaimana bila yang datang itu tamu berupa waktu yang berharga?

Saat ini kita telah memasuki bulan Rajab. Dua bulan hitung mundur melalui bulan suci Ramadhan dimulai sudah. Saya pernah jalan-jalan ke toko buku. Pada rak yang sama, berdampingan tanpa jeda, ada dua buah buku terbuka. Yang satu: Pahala dan Keutamaan Puasa Rajab dan Sya’ban. Yang lainnya: Tiadanya keterangan Pahala dan Keutamaan Puasa Rajab dan Sya’ban. Saya tersenyum melihatnya. Sayang, saya lupa foto dua buku itu. Toh, keduanya tetap saya baca. Apa kesimpulannya?

Saya menghargai perbedaan pendapat yang ada. Saya sendiri, saya memilih percaya bahwa ibadah kapan saja dianjurkan. Puasa kapan saja diutamakan. Memang, tentang bulan Rajab ini ada silang sengketa. Yang satu mengatakan hadisnya lemah, meski bukan mawdhu’ (palsu). Yang lainnya mengatakan hadisnya cukup kuat. Saya berpegang pada ayat Al-Quran saja, Surat Taubah [9]:36, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah duabelas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ketetapan (agama) yang lurus…” Ketika saya baca keterangannya, semua sepakat bahwa empat bulan itu adalah bulan Rajab, Dzulqa’idah, Dzulhijjah dan Muharram. Sepertinya, bulan-bulan itu sudah Allah Ta’ala ‘sucikan’ sejak awal. Adapun bulan suci Ramadhan, disucikan dengan diturunkannya Al-Quran dan kitab-kitab samawi pada bulan itu. Nah, bagaimana kita mengisi waktu di bulan suci? Tentu dengan ibadah. Puasa di antaranya.

Menarik juga melihat bagaimana orang Arab Jahiliyyah tidak berperang dan menahan diri dari menyakiti sesama di empat bulan itu. Kita juga berdoa dan berharap semoga perang antar umat Islam seperti yang terjadi di Timur Tengah, atau agresi koalisi negara-negara besar pada sebuah negara kecil yang berdaulat, dapat dihentikan, dan mereka tidak berbuat sesuatu, yang bahkan orang Arab Jahiliyyah pun tidak berani melakukannya.

‘Ala kulli haal, mari kita perbanyak ibadah di bulan ini. Dari Imam Ja’far Shadiq ra, seorang di antara silsilah emas imam-imam tarekat keturunan Rasulullah Saw: “Pada hari akhir, terdengar suara dari ‘Arasy: aynar rajabiyyun? Di mana para ahli bulan Rajab? Lalu berdirilah sekelompok orang dengan wajah yang sangat bercahaya yang membuat semua orang yang lain tertunduk memandangnya. Kepala mereka bermahkotakan mahkota para raja. Mereka diantar ribuan malaikat di kiri dan kanannya. Lalu terdengar lagi suara: Selamat bagi kalian. Inilah kemuliaan Allah bagi kalian. Dengarkanlah Allah ‘azza wa jalla berfirman: wahai hamba-hambaKu, sungguh Aku akan muliakan kalian, Aku akan limpahkan bagi kalian anugerahKu. Aku berikan bagi kalian surga, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Karena kalian telah muliakan dengan banyak berpuasa, bulan yang aku agungkan kesuciannya. Wahai para malaikatKu, antarkan mereka ke surga.”

Sekali lagi, terjadi perbedaan pendapat. Toh, semua sepakat bahwa puasa kapan saja dianjurkan. Kapan saja baik. Tentu memperoleh surga ada syarat dan ketentuannya. Terms and conditions. Tidak lantas karena puasa, lalu beroleh surga. Ada hak dan kewajiban yang harus dijaga. Pernah satu saat, seorang anak SMA Plus Muthahhari bertanya pada saya, “Untuk apa kita shalat? Tuhan kan tak perlu shalat kita.” Saya jawab dia sambil bercanda, “Kamu benar. Kita untung-untungan saja. Bayangkan, kalau ternyata surga dan neraka ada dan kamu tidak shalat. Rugi kan? Tapi kalau surga dan neraka tidak ada, lalu sekarang kamu shalat. Kamu tidak rugi. Kamu lebih tenang. Kamu tafakkur. Kamu—seperti—bermeditasi.” Tentu itu jawaban saya untuk memancing ia berpikir lebih jauh lagi.

Begitu pula bulan Rajab. Semua ulama sepakat, kita harus mempersiapkan diri jauh-jauh hari untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Sejak bulan Rajab ini. Perbanyaklah apa saja yang kita lakukan di bulan itu. Saya sendiri akan berusaha puasa pada hari Kamis pertama (esok hari), pertengahan bulan, dan tiga hari terakhir. Bagus juga kapan saja puasa. Dalam Shahih Muslim diriwayatkan Nabi Saw yang berpuasa begitu rupa di bulan Rajab dan Sya’ban, sehingga para sahabat bertanya kapan Nabi tidak puasanya. Tapi di waktu yang lain, Nabi Saw tidak puasa, begitu lama, hingga para sahabat bertanya, kapan Nabi puasanya. Bagi kita terbuka pilihan. Barangkali Baginda tidak ingin terkesan mewajibkan.

Di bulan ini juga, Yayasan Muthahhari berulangtahun. Tanggal 13 Rajab, ia genap berusia 26 tahun. Usia yang matang. Saya sudah punya anak satu pada usia itu. Kini, Yayasan Muthahhari punya anak lima: SCM, SMP Bahtera, SMP Plus Muthahhari, SMA Plus Muthahhari dan Madrasah Diniyyah As-Sajjadiyyah. Ada pula saudara-saudara sepupu mereka :-). Ribuan lulusan sudah diantarkan dari garba almamater tercinta. Mereka sudah berkiprah dan hadir hampir di setiap penjuru dan kegiatan negeri ini. Ini keluarga besar. Ibu dan Bapak bergabung dalam Kafilah dan Perahu Besar yang sudah mengantarkan sekian ribu orang ke dermaga, untuk mereka melanjutkan perjalanan setelahnya.

Dan akan selalu datang awak-awak kapal baru, para penumpang yang baru. Untuk itulah, guru-guru harus selalu bersiap. Bersoleklah, wahai Ibu dan Bapak guru. Sambut anak-anak itu dengan wajah terbaik kita. Dengan senyuman terindah kita. Dengan binar mata dan cinta kita.

Mari belajar dari gegap gempita mempersiapkan Bandung untuk kedatangan tamu di Konferensi Asia Afrika kali ini. Seluruh daya dicurahkan. Anak-anak dan guru-guru Sekolah Muthahhari akan pula terlibat dalam pemecahan rekor angklung dunia, memainkan “Heal the World” bersama-sama di Stadion Siliwangi. 20.000 peserta, sebagian di antaranya keluarga Muthahhari itu. Kami hadir, wahai dunia, berbagi cerita, memberikan cinta.

Semoga keberkahan bulan ini dan bulan Sya’ban mengantarkan kita pada anugerah teramat utama, teramat mulia di bulan suci Ramadhan. Sungguh, kata guru saya, di tiga bulan ke depan ini, keberkahan dilipatgandakan. Bagaikan bumi yang dipendekkan itu, kita dibantu lebih cepat sampai pada tujuan. Perbanyaklah berdoa. Dan, masih kata guru saya itu, semoga Allah Ta’ala memanjangkan usianya. Ini juga waktu paling tepat untuk belajar. Keberkahan ilmunya membekas tanpa pernah bisa kita kira.

Untuk itu, saya bersama Ust. Tamim, pengajar Tahfizh Quran di sekolah-sekolah Muthahhari, berniat untuk kembali memperkuat hafalan Al-Quran kami di bulan ini. Saya akan belajar padanya. Bila ada Ibu dan Bapak yang mau ikut hafalan, atau tahsin, atau belajar Al-Qur’an, mari kita lakukan sama-sama. Tanggal 2 Mei, guru-guru akan memperingati Hardiknas dan Milad Yayasan bersama Ust. Jalal. Dan pada tanggal 3 Mei, akan diluncurkan (kembali) sebuah pusat kegiatan dan kajian. Ada kursus belajar Bahasa Arab, tata cara pengurusan jenazah, hingga ilmu-ilmu keIslaman lainnya. Mari berburu keberkahan di bulan-bulan mulia itu.

Dan untuk para guru, manfaatkan bulan ini untuk menabur ilmu. Anak-anak kita akan memperoleh keberkahan tak terhingga. Ingat mereka dan keluarga besar mereka dalam doa. Sebagaimana kami mohonkan pada orangtua, Ibu dan Bapak seluruhnya, juga anak-anak kami tercinta, untuk senantiasa menyertakan kami dalam doa.

Semoga bersama-sama, kita menuju dermaga kasih tak terhingga itu. Salam hangat dan hormat saya untuk keluarga di mana pun mereka berada.

@miftahrakhmat
Yayasan Muthahhari


Print BeritaPrint PDFPDF

Berita Lainnya :

Tinggalkan Komentar


Nama *
Email * Tidak akan diterbitkan
Url  masukkan tanpa Http:// contoh :www.m-edukasi.web.id
Komentar *
security image
 Masukkan kode diatas
 

Ada 0 komentar untuk berita ini